Kami –saya dan Edi, bukanlah fotografer. Lebih tepat sebagai penikmat foto dan fotografi sebagai seni dan proses, dua anasir yang rasanya belum terepresentasi dengan baik dari foto-foto bidikan kami dibawah.
Bekal awalnya tema, suka jalan-jalan, teman. Teman? Itu karena untuk pemotretan pun kami pakai kamera saku digital pinjaman. Proses hunting dilakukan setelah sebuah petang yang cerah medio 2007 mempertemukan saya dengan kata “Cave” dipapan nama sebuah warung di tempat wisata bernuansa bahari dikota Palu,
Sedikitnya saya tahu maksud sebenarnya adalah CafĂ© (Prancis) yang berasosiasi pada makna Kopi, tanpa tanda petik diatas huruf e juga biasanya ditambah “taria” (Inggris), Kafe dalam bahasa
Tendensi dari foto-foto yang kami kumpulkan selama hampir setahun itu adalah bukan pada persoalan salah-benar. Kami berusaha tak berada di isu absolut yang hitam-putih itu. Kami memilih isu lain yang lebih dinamis, sebagai gejala bahasa –juga sosial, bagaimana bahasa diperlakukan, dimaknai sedemikian rupa, ekspresif, berharap hadirnya dampak komunikatif bahasa sebagai penanda. Tentu ganjil membaca “Perdjoeangan” saat sekarang. Di zaman revolusi fisik tulisan itu tepat. Isu lainnya adalah “membaca
Salah-benar dalam penggunaan bahasa (baca penulisan kata dan tanda baca, juga informasi) menurut kami rasanya lebih tepat ketika membahasnya pada misalnya, media
Awalnya tema, jalan-jalan, teman. Tanpa pameran. Belum berniat untuk dipublikasikan. Pameran butuh dana. Paling tidak buat biaya cetak foto dan buat pigura. Sumberdaya kami terbatas. Untungnya teknologi membantu. Foto hasil kamera digital bisa langsung dipindahkan ke komputer dan diubah sekenanya dengan software bawaan pengolah gambar yang juga belum lanjutan (Paint), itupun hanya untuk perubahan skala ukuran gambar agar tak berat disimpan ke flashdisk. Masih teknologi, internet menyediakan fasilitas untuk membuat foto-foto itu bisa diakses. Lalu muncul ide pameran. Kami numpang akses internet (lagi-lagi teman) untuk upload foto-foto itu ke internet. Kami sadar, teknologi pun terbatas. Terutama soal akses
Akhirnya terima kasih kami buat Ivan Maranua dan Sadek yang tustelnya seringkali kami pinjam buat hunting. Lalu Yaya Qzruh untuk akses internet gratis. Tak lupa buat teman-teman di Maret Management di Ketapang dan teman-teman lain yang sudah bertukar pikiran, juga informasi berkaitan dengan foto-foto itu. Terakhir, buat anda, teman kami juga tentunya, yang telah mengunjungi weblog ini. Sekali lagi terima kasih.
Salam,
Edi Kemput & Neni Muhidin